Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Sudah Enam Tahun

dahulu kepalaku begitu resisten atas ide bahwa ada suatu masa kita saling lupa tak pernah sedikitpun bertegur sapa atau bersikap seolah cinta yang gegap gempita itu tak pernah ada bahkan untuk melintas saja ide itu di kepala rasanya begitu menakutkan namun hari ini setidaknya menuju enam tahun ketika pada akhirnya kembang api dari cinta itu membakar hasrat kita untuk bersama, ketika pada saat itu semakin bertahan akan semakin sirna menjadi debu dan kian tak kasat mata, ketika pilihan untuk mencanangkan masa depan berganti menjadi melupa bersama-sama atau dilupakan sendirian, manifestasi ketakutan itu telah lama terjadi. sudah begitu jarang terlintas namamu mengusik ketenanganku bahkan telingaku kian lupa akan suaramu sehingga ketika mencoba untuk mengenangmu rasanya seperti menonton film bisu  tapi apakah kita benar-benar lupa? aku menemukan bahwa begitu menarik ketika manusia bisa melawan kodratnya untuk merasakan sesuatu begitu menyakitkan demi menjaga sucinya kesepakatan, batasa...

Badai

Hujan bernyanyian di luar Membasahi semak belukar Menanam wabah rindu yang menular Memakan tubuhmu dan menjalar Baunya membunuh penciumanmu Menjadi bau" yg di rindu Yg rawan menjadi pilu Lalu kau kedinginan membeku Hujan itu mematikan Memenjarakan jiwamu dalam lapas bernama kenangan Menabrak harapmu ke dalam palung bernama kehampaan Dan yang bisa kau lakukan hanya menangis sesenggukan. Lalu muncul pelangi yang setia Ia bijak sebagai mahakarya semesta Membuatmu mensyukuri hujan Membuatmu mewajarkan kenangan Membuatmu menikmati kesakitan Membuatmu nyaman dalam penantian.

Hari ini

Hari ini masih sama Kau masih bahagia Aku masih tenggelam dalam lara Hari ini masih sama Aku lelah berjuang Bersamanya kau bersenang" Hari ini masih sama Esok tak tahu Semoga kau rindu.

Biar

Biar aku tenggelam dalam ruang tunggu Hingga pantatku menyatu Dengan bangku Hingga usiaku habis Dimakan waktu Hingga aku layu Dihujani rindu Hingga aku gila Dengan obsesiku Hingga kau datang Menemuiku.

Balada Politik Negeri

Kusut benang sudah tak dapat diurai Penguasa lapar telah menyebarkan tai Tak ada sisa" yang dapat diambil Birokrasi mendekat ke malaikat Izrail Jual beli kuasa Rakyat berpuasa Korupsi merajalela Pura-pura sakit, bebas tak ada berita Dicabut derita dari status tersangka Isu- isu asu tak berisi semakin memanaskan panggung birokrasi Fitnah sana sini Saling kencing mengencingi Tak tertandingi Semrawut Suara sumbang politik mengalahkan suara kentut Busuknya mengalahkan lobang pantat yang keriput Mari kita berdoa Agar mereka segera bertobat Atau setidaknya rajin berobat.

Tentangmu

Aku masih berbaring dalam kata Kata yang tiap titik komanya ceritakan kita Aku ingin bangkit dari tidurku diatas ranjang yang bernama kenangan ini Yang memperlakukanku bagai orang mati Aku tak tahan melihat langit" rindu itu tertawa Ketika melihatku sedang melara Ragaku siap untuk melihat dunia Namun jiwaku masih tenggelam dalam kisah kita Ia menolak untuk bangkit dari tidur panjang itu Aku ingin menulis namun tinta yg kutorehkan menuliskan nama yang sama Aku ingin berdoa namun Tuhan hanya mendengar satu nama Aku ingin berlari namun langkahku kembali kepada tempat yang sama Karena kamu sudah kuanggap rumah Rumah yang melindungi Menaungi Mencintai Saat sang rumah mulai roboh sang penghuni seharusnya lari Namun aku masih disini Mempertahankan diri bertamengkan cinta rendah dalam hati Karena padamu aku hidup Dan tanpamu aku redup Tiap hembusan nafas Tiap air mata yang berarti nahas Masih menyertakan namamu yg khas Aku akan terus seperti ini Bahkan bila...

Kebiasaan hujan

Hujan datang lagi Derasnya selalu memanggil" dengan lirih Disambut dgn batin yg merintih Dilengkapi oleh rasa" yg telah mati Gemuruh menghiasinya Dibalas dengan meletup ny lara di mata Juga luka yg semakin melebar di dalam dada Petir dan kilat bersautan Bersama hadirmu yg mengisi ingatan Membanjiri hati dengan rindu Lalu aku sadar hadirmu semu.

Kerinduan

Perlahan tapi pasti Walau resikonya rasaku duluan yg mati Aku akan menemukanmu di keramaian itu Dan aku akan utarakan rinduku Aku takkan utarakannya dengan kata Tidak juga dengan cerita Aku hanya akan berlari Memelukmu Lalu jika kau nanti menangis terharu Aku hanya akan diam Menunggumu berkata bahwa kau tau Aku juga merindumu.

Titik

Akan ada saatnya nanti Aku didatangi Seraya berhentinya waktu dalam arloji Jiwa akan perlahan pergi Aku akan lihat Sebuah jasad Yg nantinya akan diangkat Menuju tempat istirahat Aku akan dengar Upacara adat dilakukan Doa" dipanjatkan Aku akan rasakan Air mata berjatuhan Seraya foto" jadi media kenangan Lalu mata terpejam perlahan Berharap menemukan kehidupan Di alam kematian.

Frasa

Aku adalah kata yg mencari makna Kau adalah kata penjelas segala rasa Kita bergabung Saling melengkapi Tanpa kalimat kita tau apa kita Kita tak perlu predikat Kita sudah terlalu merekat Kita tak sempurna Namun kita satu Menggebu rindu dalam pena Menjadi satu kesatuan akan rasa.

Kasih

Kasih telah menuntunku Menuntunku untuk terus menjagamu Menuntunku untuk tak berhenti merindumu Menuntunku untuk tak berhenti mendoakanmu Kasih telah buatku berjanji Aku akan ikut bahagia Bila nanti kau bahagia Walaupun itu bukan karena ku lagi Kasih telah memberikan pesan untukku Agar terus memelukmu kala air matamu jatuh Terus menggenggam tanganmu hingga langkahmu merapuh Terus disampingmu hingga matamu layu Terus membuatmu tertawa, Walau kau bukan milikku.

Pleonasme

Bagai hujan yg tau kemana arah ny jatuh Bagai senja yg tau jingganya telah merapuh Bagai darah yg tau ada putih dalam merahnya Bagai langit yg tau birunya menjelma angkasa Kita berhadap sama" tau akan rasa Sama" tau akan cinta Sama" tau akan suka Kedipan mata menjelaskan segalanya Memberi makna Tanpa kata Tatapan menjelma jadi sentuhan rasa Sayang, Apa yg kita tunggu? Haruskah kita diam Dikala kita sama" tau ada rasa yg bersemayam?

Kapan?

Kapan? Kapan aku menemukan tatap itu lagi? Tatap yg membuatku menutup muka dengan jemari Tatap yang kini membekas di hati Kapan? Kapan aku kembali menemukan teduh senyum seperti milikmu itu? Yang senantiasa mekar jadi tawa kala aku merayu Yang senantiasa menghapus kesal dan air mataku Kapan? Kapan kau kembali? Sajak ini telah penuh tentangmu Seraya aku kembali merindumu

Hujan & Kenang

Hujan kembali membawaku ke paragraf yg bersemayam dalam indahmu Menusuk di tiap titiknya, Memantik ingatan di setiap komanya Lalu aku kembali bersama pensilku Mencoba menulis lebih dalam Mengingat lebih tajam Mencari namamu lagi di puing" rindu Lalu tak sengaja luka lama terbuka dan mengembun jadi pilu Lalu embun itu akan menempel di jendelamu saat kau bangun dari mimpi"mu Dan sirna bersama pagi yg menjemputku dan tawa bahagiamu dengan kekasih barumu

Cintaku

Malam mendayu Aku tenggelam dalam rayu Purnama melambang rindu Aku terjebak dalam senyummu Kau adalah senyawa Yg aku hirup walau menyisakan duka Kau adalah belati Yg selalu kuhunuskan walau aku akan mati Kau adalah ratu Yg karena perintahmu aku rela jadi dungu Kau adalah asa Walau ku tau kau tak punya rasa.

Sebelah tangan

Rindu Lara Tawa Bahagia Aku terjebak dalam lingkup asmaramu Tersesat aku di rupamu Kau lancang masuk dalam hatiku Lalu aku tak berdaya dihancurkan indahmu Aku terjebak diantara rentetan senyum Terjerat dalam rangkaian tawa Terkurung dalam belenggu rasa Lalu aku terbang bersama harap Bangun dari lelap Dan terjatuh Sementara kau masih terbang bersama senyummu Dengannya.

Masih

Aku masih disini Tertunduk lesu Berteman rindu yg takkan sampai padamu Bersama pilu yg menggenang di mataku Aku masih disini Bersama rasa yg tak pernah kau tau Lantas pantaskah aku? Berdiri disampingmu Menadah air matamu Memantik tawa bahagiamu Dan aku masih disini Menunggumu.

Baper

Kau tersenyum Kau tertawa Kau bahagia Lalu kau melara Itu yg kau rasa Ketika waktu memacumu utk melaju Bersama rasa yg menggebu Namun malah berakhir lara Sakit? Jelas. Siapa pelakunya? Tunggu kau bukan korban harapmu sendiri? Bagaimana tak sesak? Bersamanya kau nikmati waktu Rela direpotkan krn setitik rindu Yg perlahan kau sadari tak pernah utkmu Sudah terima saja kenyataan Bahwa sebenarnya dia begitu bkn krn perasaan Dia hanya kesepian Dan baginya pengorbananmu adalah Kebaikan seorang teman.

Putus

Dan kita disini Bersama raga yg tak punya rasa lagi Bersama kopi yg telah dingin Bersama punahnya rasa ingin Kita disini Saling menatap Bersama niat yg mantap Untuk tak bersama lagi Kita masih disini Seolah tak ingin cepat" pergi Sesal mulai menaungi hati Lalu kita Menangis tak henti.

Merdeka

Menetes Darah dan air mata Bercampur dalam lara Memantik perjuangan penuh makna Pendapat di suarakan Upaya lepas dari penjajahan Kita siapkan persenjataan Menaruh nyawa dalam pemberontakan Kita lelah dijajah Mati kehabisan darah Hingga perjuangan itu jadi sejarah Merdeka jadi upah lelah.

Pencari

Tutup saja mukamu Karena tanpa melihatmu aku bisa menemukanmu Aku bisa mencium baumu Lalu kuhujani jidat dan pipimu Tahan saja nafasmu karena aku tetap bisa mendeteksimu Aku bisa merasakan hangatmu Lalu ku peluk erat tubuhmu Bungkam saja mulutmu Karena aku tetap bisa mendengarmu Mendengar nyanyian hatimu Lalu ku alunkan dengan nada merdu.

Sebuah cerita

Hujan masih bernyanyi di luar Turun dengan liar Membasahi dedaunan Memantik rindu di ingatan. Lalu kulihat kopiku habis Ampasnya terkikis Meninggalkan jejak di pelampiran gelas Seraya senyummu kian membekas. Di luar senja masih menjingga Namun kelabu menutup angkasa Lalu rembulan muncul Namun kabarmu tak lagi timbul.

Kita dan hujan

Jatuh Tetes demi tetes ia merapuh mengembun di jendela kita berteduh Kau peluk aku erat Indah matamu jelas kulihat Aku kau tikam jatuh ke hatimu Tak ragu" Tak terucap kata Yg kurasa hanya cinta.

Dan, jika suatu saat

Dan, jika suatu saat Waktu terasa semakin cepat Ingatlah tempat kita berjabat Raih rindumu di segala tempat Lalu kau ungkap saja itu Jangan biarkan ia mengkristal jadi pilu Peluk saja sudah Tak perlu lagi kau resah Keluarkan semua Habiskan sejadi"nya Krn yg tersisa hanya rasa Tak ada lagi sentuhan raga.

Menyala

Lilin itu masih menyala Bersama rinduku padamu yg tiada habisnya Menerangi ruang bersama pilu yg terbakar aksara Sialnya, kau masih jadi alasannya Dan kembali lgi dingin merasuki celah luka.. Krn pergimu selalu membawa sesal bersamanya Dan jadilah aku mati tanpa makna Habis nadi dan peparuku dimakan lara Lilin itu masih menyala Lampu tetiba beri sinyal kehidupan Kau pun meniup apinya Aku kembali ke ufuk penyesalan.

Histeria

Aku terbawa histeria yg menerbangkanku ke angkasa Hatiku berteriak tanda jatuh cinta Bahagia dan ekstrimnya begitu terasa Detak dan cinta jdi satu irama Dan aku mengalir terbawa suasana Bahagia aku mengikuti arusnya Menemukanmu di tiap hulunya Yg akhirnya di hatiku berkuasa Rinduku terungkap lewat gerimis di taman Terjatuh dengan suara yg indah Menyentuh bunga" yg mekar Mewangi menyentuh hidungmu, mendarat di pelampiran hatimu.

Antara kita

Bolpoin kita bersentuhan diatas meja Secarik kertas menggoreskan cerita Cerita yg gagal menjadi "kita" Menjadi prasati lara tanpa makna Tangan kita pernah saling bersentuh Meninggalkan air mata yg luruh Harap jadi ingatan keruh Tawa membuatnya seolah teguh Akhirnya kau bahagia bersamanya Sebelum aku mengatakan sepatah pun kata Sebelum aku mengungkap cinta Sebelum rasa mengikat kita berdua.

Kisah sebuah janji

Tak kembali sang pria dri peraduan Sang wanita menunggu di haluan Akhirnya ia pergi bersama gelap awan Membakar semua, segala perasaan Namun, sang pria kembali Tak ada sang wanita yg ia nanti Ia terbakar dalam sebuah janji Memutuskan untuk mulai mencari Namun sang wanita telah pergi Tak ada kisah yg ingin dirajut lagi Sang pria kecewa dan kembali Kisah mereka hilang, cinta mreka mati.

Ingatkah engkau?

Ingatkah engkau? Dimasa kita pertama bertemu Dimana sudut sekolah jadi tempat berjabat Dikala aula jadi tempat berjumpa Ingatkah engkau? Ketika kita lelah menunggu Lalu sayup" terdengar Saat seruan bel terpancar Ingatkah engkau? Dimasa kita berbagi tawa Dimasa kita meraup ilmu bersama Dimasa kita memakai sandang yg sama Ingatkah engkau? Setiap sudut menyesak saat kita tinggal Setiap lantai meresah tak bernyawa Ketika berpisah diungkap air mata.

Akhir

Berakhir sudah setelah 3 thn bersama Menyisakan kenangan yg akan terus menggema Menyadarkan diri utk menghargai waktu Setelah itu hanya ada rindu tuk bertemu Berharap segala kisah indah bagai senja Yg menorengkan hangat jingga di dada Yg merasuk kenangan tuk tak menua Dan menciptakan perpisahan tak terlupa.

Kita dan semesta

Biarkan bintang iri akan kisah kita Biarkan rerumputan menumpu cinta kita Biarkan rembulan menerangi mesra kita Biarkan pepohonan meneduhkan jiwa Kini ijinkan aku masuk dalam raga Memeluk erat jiwa dan rasa Memandang dalam matamu penuh makna Menandai kau sebagai yg aku punya Setelah itu mari berharap Berharap trus sprti ini sampai terlelap Berharap agar kita terus bersama Sampai semesta mengurai jiwa dan raga.

K.A.M.U

Terhempas semua segala ragu Melebur tanpa sisa menjadi abu "Ingin" mendeklarasikan kemenangannya Menghapus tanya dalam dada Lalu kau tersenyum dgn semena" Setiap kerutnya memberikan rasa Sungguh kau benar" tega Memaksa hatiku untuk terus memuja Ketahuilah semesta tak mampu menampung indahmu Bahkan langit terlalu sempit untuk melukiskannya Biarkan cintaku menggebu bersama rindu Biarkan pengorbanan berteriak kaulah alasannya.

Si buangan

Gubuk dari kardus kami sebut rumah Atap lapuk digerogot serangga Tempat tidur beralas sampah Pintu jendela kami tak punya Bayar sekolah kami tak mampu Anak kami bodoh dan dungu Koran kami jadikan sepatu Tak punya uang, tak punya ilmu Nasib kami tak pernah diperhatikan Beberapa janji beri bantuan Namun setelah jadi yg diinginkan Mereka mendadak lupa ingatan.

Pertumpahan darah

Sudut kota tertumpah darah Rakyat menderita menuju binasa Puing" bangunan belasah Meragu dalam keyakinan untuk merdeka Terenggut sudah mimpi anak bangsa Mayatnya habis dihinggap serangga Para penguasa terbuai fana Rakyatnya mati kehabisan asa Peluru menembus kulit Rudal jatuh, pemerintah berkelit Jasad manusia hanya jadi sampah Tertimpa tanah yg luluh lantah

Kamu, yang baru

Gemerlap jingga menyongsong angkasa Tawa menghapus kelamnya luka Temaram berganti cerah bahagia Membangkitkan asa, menyulut rasa Senja kembali menjingga Bersinar tanpa seberkas kelabu mengganggunya Sepertimu yg kini ada di pelukan Menyala, sebagai satu"nya yg dirindukan Hariku kini tentang kamu Kamu yg membuat raguku terganti rindu Kamu yg membuat sedihku berganti haru Kamu, ku harap selamanya kamu.

Menanti Pagi

Dingin menggigit menusuk nadi Gelap dan kelam semakin menguasai Semakin sepi menuju dini hari Rembulan benderang di langit sunyi Berhembus angin malam , datang dan berlalu Membawa suasana, memantik rindu Melemparku kepada senyum masa lalu Bersamamu, pahit termanisku Rembulan semakin tenggelam Bersama memori tentangmu yg indah tersulam Namun sepi menguasai ruang temaram Menggores kesadaran di hati terdalam.

Menahan rasa

Senyummu menguasai khayalku Tatapmu menikam dalam hatiku Nadiku berdetak kencang memanggil namamu Pikiranku semakin penuh tentangmu Namun, aku tak mampu mengungkapkan cinta Jangan harap aku mengungkap rasa Karena menatapmu aku tak berani, Berbicara padamu aku tak enak hati Aku terlalu takut kamu pergi Aku hanya mampu menatapmu disini Di kejauhan tanpa pedulimu Menahan rasa, tanpa sepengetahuanmu.

Sudah

Sudah, habis sudah tak tersisa Hanya luka dan lara yg ada Sepi kembali merasuk nadi Setetes rindu tertinggal di hati Lalu menguap keingatan segala kenangan Membunuh kesadaran, menolak melupakan Seonggok luka jadi residu akan cintamu Sesak lancang memenuhi paru. Nafasku semakin memburu Menggores lupa akan segala rindu Merobek rasa tanpa asa Sudah, habis tanpa bahagia.

Senja itu

Senja itu Dikala luka terbenam dibalik dinding asmara Dikala dinginnya lara dipeluk hangat jingga Dikala surya akan terganti purnama Tertanda wajahmu, ratu tanpa tahta Menguapkan rasa dalam dada Menerpa luka yg menetap lama Menghapus pilu di pelupuk mata Senja itu Dikala sejenak aku melupa lara Dikala aku merupa awan jingga Dikala hati melepas rasa Senja itu Dikala sinar jingga menerpa indahmu Dikala hatiku memanggil namamu Senja itu.

Untuk Masa Lalu

Untuk masa lalu yg meragu Entah kenapa tetiba aku merindu Merindu akan keakuanku yg dulu Merindukan diriku yg mampu membahagiakanmu Untuk masa lalu yg jdi luka Tetiba hatiku kembali melara Kini mencintamu hanya mimpi semata Padahal dulu kita prnah sehangat bara Untuk masa lalu yg ku ikhlaskan Benakku tetiba menolak melupakan Entah mengapa mencintamu kembali jadi harapan Maaf, aku mengganggumu bergerak ke depan

Mencari bahagia

Rasa membeku atas cinta yg semu Luka melarut dalam pahitnya pilu Batin berteriak atas sakitnya luka Hati bersikeras mencari bahagia Lalu bagaimana aku bahagia? Bila setiap hari melihatmu tersenyum untuknya Lalu kemana aku setelah ini? Bertahan atau bersikeras untuk pergi Aku hanya ingin kamu bertahta Namun kau telah jadi ratu dihatinya Kini, biar aku merindu dalam diam Walau setelah itu rasaku tenggelam.

Mati

Malam merangkai sunyi Termenung, menunggu sang pagi Terjaga atas segala luka Mulut berhenti tertawa, hati melara Menunggu mati Diantara bahagia yg bersamanya kau bagi Terbakar dalam tungku cemburu Hangus menghitam bersama pilu Sesak mengisi paru" Mata diambang sendu yg meragu Jiwa mendeklarasikan luka Mati dalam raga tanpa cinta.

Ikut bahagia

Gelap malam memenuhi ruang sepi Membunuh perlahan bersama sendiri Aku tersenyum melihat kau berbagi hati Namun sesak tak tertahan lagi Kau menemukan dia yg sempurna Yg pantas untuk kau cinta Aku ikut bahagia Atas segala tawamu di sisinya Setidaknya kita prnah sedekat jemari Walau kini kau tak kembali Lalu bila kau sakit, kemari Aku senantiasa menanti.

Mutiara

Matamu telah luluhkan hatiku Senyummu terus pulihkan lukaku Tawamu memacuku tuk melaju Candamu telah mengusir sepiku Ya, namamu seindah mutiara Hadirmu bagai indah senja Tangismu merangkai pilu Pergimu mengukir rindu Aku sudah muak merangkaimu dengan sajak Lelah meneriakkan namamu hingga serak Jangan pergi, aku tak kuasa Melepas indah senja, aku tak berdaya.

Cinta hampa

Dibawah angkasa dan lentera Aku kembali mendeklarasikan luka Atas cinta yg hampa Atas luka yg kembali terbuka Hati hancur penuh luka Segala harap jadi mimpi belaka Berkeping hancur tak tersisa Menjadi debu, menghilangkan tawa Kau dengan senyum bahagia mengundang lara Mengoyak hati dengan sepi dan luka Karena jelas kau tak apa" Aku sekarat tanpa rasa

Sudahlah

Sudahlah Kedatanganmu bukan untukku Bahagiamu tak mengarah padaku Rasamu bukan milikku Sudahlah Kau bisa pergi Meninggalkan lara, dan membiarkanku mati Kau berhak pergi dan tak peduli Sudahlah Aku sudah tak mengharapmu Kau bahagialah, terluka bagianku Biarkan aku menguapkan rindu tanpa pedulimu.

Rindu

Rasa menggelora kala purnama semakin menyala Menghunuskan keinginan tuk berjumpa Ingin bertemu, tak berhak untuk berkata Karena aku bukan siapa" Lalu tegukan kopi mengingatkan akan parasmu Dan setiap detak mengarah padamu Ku teriakan rasa yg semakin memburu Bahwa aku rindu kamu.

14 Februari

14 Februari Indah untuk mereka yg berbagi hati Pagi hingga malam mereka berwarna pink Udara yg mereka hirup seharum melati 14 Februari Untukku akan biasa saja Fajar akan bersambut cinta yg terpendam Indah senja akan bersambut luka mendalam 14 Februari Mreka akan berbagi hati Memamerkan cinta sana sini Sementara aku memperhatikan indahmu sendiri.

Postingan populer dari blog ini

Tenang

Sudah Enam Tahun

Perempuan dengan Amarah di Dadanya