Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2018

Sudah Enam Tahun

dahulu kepalaku begitu resisten atas ide bahwa ada suatu masa kita saling lupa tak pernah sedikitpun bertegur sapa atau bersikap seolah cinta yang gegap gempita itu tak pernah ada bahkan untuk melintas saja ide itu di kepala rasanya begitu menakutkan namun hari ini setidaknya menuju enam tahun ketika pada akhirnya kembang api dari cinta itu membakar hasrat kita untuk bersama, ketika pada saat itu semakin bertahan akan semakin sirna menjadi debu dan kian tak kasat mata, ketika pilihan untuk mencanangkan masa depan berganti menjadi melupa bersama-sama atau dilupakan sendirian, manifestasi ketakutan itu telah lama terjadi. sudah begitu jarang terlintas namamu mengusik ketenanganku bahkan telingaku kian lupa akan suaramu sehingga ketika mencoba untuk mengenangmu rasanya seperti menonton film bisu  tapi apakah kita benar-benar lupa? aku menemukan bahwa begitu menarik ketika manusia bisa melawan kodratnya untuk merasakan sesuatu begitu menyakitkan demi menjaga sucinya kesepakatan, batasa...

Petualang

Aku orang yang jarang bertualang. Aku takut aku kehilangan tempat pulang. Iya, itu hatimu. Aku sama sekali tak tertarik dengan hal itu. Karena aku yakin seindah-indahnya senja, tak pernah ada yang seindah matamu. Sesulit-sulitnya mendaki gunung, tak pernah ada sesulit menaklukanmu. Sedalam-dalamnya laut, tak pernah ada sedalam rasaku padamu. Karena kamu adalah tempat pulang, sekaligus tempat bertualang paling luas. Kamu adalah rumah, sekaligus medan perang paling buas. Untukku, Kamu berbahaya teraman di dunia. Kamu penjahat terbaik di dunia. Kamu sampah paling berharga yang aku punya. Lalu aku mencoba bertualang. Sesekali yang menjatuhiku berkali-kali. Tempat pulangku pergi. Setelah terlalu jauh aku tak di sisi. Iya, aku terlena oleh senja yang tak seberapa indahnya. Aku terengah oleh gunung yang tak seberapa tingginya. Aku menyelam pada laut yang tak seberapa dalamnya. Kini, tak ada telinga tempat suaraku bercerita. Tak ada tawa tempat leluconku menggema. Tak ada tatap te...

Begitu

Begitu cara mencinta Jangan tunggu aku siap Karena kalau aku siap Mencintamu tak lagi seru Begitu cara merindu Jangan tunggu aku siap Karena kalau aku siap Kau tak benar" merinduku Begitu cara meninggalkan Jangan tunggu aku siap Karena kalau aku siap Aku takkan melepasmu

Belum Tertulis

Memetik tiap detik Berjatuhan dalam rintik Mulai lelah mencintamu tanpa titik Jatuh lagi Ada yang mati Pen semesta macet Kisah kita tak nyata Pensilnya terlalu tipis Bahkan untuk menggambar senyummu Yang kini buatku meringis

Curhatan

Ini kisah antar dua manusia Yang tak bisa dimengerti logika Mereka terlalu banyak main rasa Lelakinya pandai bersandiwara Topengnya adalah punya banyak wanita Padahal hanya ada satu yg tinggal di hatinya Wanitanya posesif luar biasa Tapi sukar mengakuinya Bayangkan mereka bertemu Gengsi si pria Dan ego si wanita Hasilnya? Salah paham memenuhinya Bersamakah mereka akhirnya? Semoga iya Agar penulis puisi ini Tak pusing memikirkan solusi.

Perindu

Beritahu aku Salahkah aku meminta kejelasan? Ketika semua terlalu aneh utk berjalan Senyummu berganti ambigu Yang bodohnya membuatku terus mengirimkan rindu Puas permainkanku? Tak apa, toh rinduku akan terus mengalir untukmu Begini saja, Jangan ganggu aku untuk merindumu Dengan memberikan harap atau senyum yang mampu menerbangkanku Aku tau kau tak bisa membalas rasaku Maka biar aku menjalankan tugasku Merindu tanpa dirindu.

Penyair 2

Jika aku pelukis Mahakarya lukisanku adalah kamu Dengan latar kita di masa lalu Jika aku tukang kayu Aku takkan membuat bangku Aku akan mengukir namaku di hatimu Sayangnya aku penyair Aku tak bisa sihir Melukis Atau mengukir Yang aku bisa hanya menulis puisi Tentang sesalku kehilanganmu.

Postingan populer dari blog ini

Tenang

Sudah Enam Tahun

Perempuan dengan Amarah di Dadanya