Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Sudah Enam Tahun

dahulu kepalaku begitu resisten atas ide bahwa ada suatu masa kita saling lupa tak pernah sedikitpun bertegur sapa atau bersikap seolah cinta yang gegap gempita itu tak pernah ada bahkan untuk melintas saja ide itu di kepala rasanya begitu menakutkan namun hari ini setidaknya menuju enam tahun ketika pada akhirnya kembang api dari cinta itu membakar hasrat kita untuk bersama, ketika pada saat itu semakin bertahan akan semakin sirna menjadi debu dan kian tak kasat mata, ketika pilihan untuk mencanangkan masa depan berganti menjadi melupa bersama-sama atau dilupakan sendirian, manifestasi ketakutan itu telah lama terjadi. sudah begitu jarang terlintas namamu mengusik ketenanganku bahkan telingaku kian lupa akan suaramu sehingga ketika mencoba untuk mengenangmu rasanya seperti menonton film bisu  tapi apakah kita benar-benar lupa? aku menemukan bahwa begitu menarik ketika manusia bisa melawan kodratnya untuk merasakan sesuatu begitu menyakitkan demi menjaga sucinya kesepakatan, batasa...

Setelah

Maka disinilah aku Kembali diberi waktu untuk merindu Sayangnya waktunya tak terbatas Menandakan kita telah kandas Sulit juga Merindu tanpa hak untuk berkata Menyayangi tanpa hak untuk berbagi Menerima jika memang telah dilupa Ucapan sayang berubah menjadi bayang-bayang Genggam tangan perlahan tertelan Oleh waktu Lalu semu. Memang akan ada saatnya Rindu tak melulu soalmu Lariku tak selalu mengejarmu Rasaku berubah lupa. Tapi tetap saja Biarkan aku begini Lebih lama lagi Aku nyaman oleh lara Karenamu. Biarkan aku lebih lama melara Biarkan aku lebih lama berharap Biarkan saja Aku hanya tak ingin cepat-cepat terbiasa Tanpamu. Itu saja Kau akan ku kenang Ku sayang Sebagai bukti semesta pernah bercanda Dengan mengirimku bidadari Yang tak bisa kumiliki.

Terjadi Lagi

Terjadi lagi Dan lagi Dan lagi Lagi... Tak tersisa lagi Hancur diterpa tsunami Atau lebih lagi Air mataku tak sanggup keluar Ia membasahi seluruh tubuh Ketika aku sadar Hadirmu tak lagi utuh.

Enam Belas

2 jam menuju malam Jadi saksi Betapa aku mencinta Dengan sejuta ketakutan Mencinta denganmu Untukmu Sekaligus bersiap Jika keesokan harinya kau lenyap Aku harus cepat terbiasa Tak terlalu memusingkan luka yang nanti menancap di dada Karena aku harus segera mengejarmu Berharap kau lelah melangkah Lalu menengokku kembali Sungguh Jika memang hanya skernario itu yang tersedia Aku ingin improvisasi sejadi-jadinya Jika aku memang hanya figuran di kisahmu Aku akan menjelma antagonis yang mencegahmu menemui pangeranmu

Jumat

Jumat pagi itu berbeda Soekarno yang kelelahan merebah Malaria menyerangnya Rasanya baru semalam ia bersama dua rekannya Mencoret-coret sebuah kertas Kertas yang dipercaya Akan melahirkan sebuah bangsa Seminggu ini sibuk untuknya Ia bertentangan dengan Sjahrir dan kawan-kawannya Sepertinya mereka kebelet merdeka Bahkan kemarin ia repot-repot diasingkan ke Rengasdengklok bersama Hatta Demi menuruti permintaan mereka, Darah muda memang keras kepala. Ia tahu ada cukup banyak massa Yang mengelilingi rumahnya Hatta juga sudah ada bersiap untuk mendampinginya Dan ia buka secarik kertas itu Secarik kertas yang akan membuat bangsanya bersatu Secarik kertas yang bercampur darah dan keringat Atas usaha-usaha mengusir kompeni hingga negeri matahari Ia diam, Ia yakin masih bisa menahan sakitnya Ia bangun Fatma istrinya, juga terlihat lelah Semalam suntuk ia menjahit bendera Yang akan dikibarkan di upacara pertama Sebagai sebuah bangsa Soekarno memutuskan banhkit dan ...

Postingan populer dari blog ini

Tenang

Sudah Enam Tahun

Perempuan dengan Amarah di Dadanya