Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Sudah Enam Tahun

dahulu kepalaku begitu resisten atas ide bahwa ada suatu masa kita saling lupa tak pernah sedikitpun bertegur sapa atau bersikap seolah cinta yang gegap gempita itu tak pernah ada bahkan untuk melintas saja ide itu di kepala rasanya begitu menakutkan namun hari ini setidaknya menuju enam tahun ketika pada akhirnya kembang api dari cinta itu membakar hasrat kita untuk bersama, ketika pada saat itu semakin bertahan akan semakin sirna menjadi debu dan kian tak kasat mata, ketika pilihan untuk mencanangkan masa depan berganti menjadi melupa bersama-sama atau dilupakan sendirian, manifestasi ketakutan itu telah lama terjadi. sudah begitu jarang terlintas namamu mengusik ketenanganku bahkan telingaku kian lupa akan suaramu sehingga ketika mencoba untuk mengenangmu rasanya seperti menonton film bisu  tapi apakah kita benar-benar lupa? aku menemukan bahwa begitu menarik ketika manusia bisa melawan kodratnya untuk merasakan sesuatu begitu menyakitkan demi menjaga sucinya kesepakatan, batasa...

Misteri

Sekarang coba jelaskan padaku Apa yang kau ingin tunjukkan di wajahmu Apa yang kau rasa dalam hatimu Cerah yang palsu Atau mendung yang malu-malu?

Mati Bersama

Detik ranum di pelupuk matamu Lalu kesedihan memetiknya hingga tak tersisa Kemarau menghampiri kelopak matamu Kering tak bernyawa Pipimu banjir bandang Air mata itu melongsorkan riasanmu Cantik sekali sayang Tangismu, rindumu Sementara kepalamu memutar rekaman Hatimu hancur tanpa perlawanan Sentuh, cium, peluk, tawa Sirna menjadi buih samudera Lenyap menjadi debu angkasa Nadi berhenti bekerja Vena berhenti memompa Paru-paru berteriak meronta Saat ini kita mati bersama. Sebab atas segala kehancuran yang kau rasa Aku juga.

Bait Pendek

Air matamu jatuh Kuatmu rapuh Haruskah aku merasa menang? Percayalah hatiku hancur, sayang. Tegakmu gontai Langkahmu lunglai Haruskah aku merasa bangga? Percayalah aku juga melara Rindumu memberontak Batinmu berteriak Haruskah aku merasa senang? Percayalah aku pun sama, sayang.

Bukan Agen Amerika

 Kita telah menjadi abu Api yang kunyalakan membakar jejakku Takkan pernah lagi terlintas dipikiranmu Atau menjadi alamat rindumu Kini aku kembali jadi abu Sementara kau sedang sibuk membangun bahagia baru Merekahkan senyum yang saban tahun kau berikan kepadaku Bersama 2 gelas kopi yang gelasnya kau simpan sebagai sisa-sisa kehadiranku Maka jadilah kita semu Atas kisah SMA yang menggebu Atas penyesalanku Tak pernah mampu menunggumu Tak pernah mampu menepati janjiku Walau aku pun tak tahu Entah nanti Tuhan siapa yang menuntunku kembali padamu Kini biarkan saja aku menjejal lara Atas kepergianmu yang masih mengganjal lama Atas keberhasilanku membuatmu membenciku Atas rona bahagiamu-- melupakanku.

Penulis dan Sajaknya

Seorang penulis bermain dengan kata Menilik titik tanpa jeda Merambah koma penuh seksama Tak sadar kalimatnya tanda baca semua. Ia tak tahu lagi  Entah penyair atau penulis ia kini Mencari arah di semua sisi Mengungkap benar di antara puisi. Lalu ia memilih pipis di depan meja televisi Hmm pesing sekali. Kepalanya sudah tak bisa diajak berpikir Hatinya sudah tak bisa diajak merasa Lidahnya kelu tanpa kata. Maka jadilah ia mengembara Menjelajahi samudera sembari menunggu hujan reda Mengilhami permainan di benaknya Berharap menemukan awal-semula. Lalu ia teguk segelas Brotowali Barangkali mulutnya merindukan kopi Kepalanya merindukan solusi Hatinya jemu menunggu mati.

Sampai Nanti, Arkansas

 Pada temu nanti Di sebuah waktu yang dinanti Biarkan aku berharap detakan detik berhenti Jam dinding mati Biarkan hujan bernyanyian di luar Biarkan cinta mengalir dengan liar Pada temu nanti Biarkan aku berharap bertemu kamu lagi Dengan rasa yang sama Dengan rindu yang lebih luar biasa Hingga tiba saat kau pergi Jangan pernah berpikir bagaimana kembali Jangan pernah kau berpikir tuk mengutuk sepi Aku akan menemukanmu Kau akan menemuiku Di suatu rindu yang ditakdirkan bertemu.

Postingan populer dari blog ini

Tenang

Sudah Enam Tahun

Perempuan dengan Amarah di Dadanya