Sudah Enam Tahun

dahulu kepalaku begitu resisten atas ide bahwa ada suatu masa kita saling lupa tak pernah sedikitpun bertegur sapa atau bersikap seolah cinta yang gegap gempita itu tak pernah ada bahkan untuk melintas saja ide itu di kepala rasanya begitu menakutkan namun hari ini setidaknya menuju enam tahun ketika pada akhirnya kembang api dari cinta itu membakar hasrat kita untuk bersama, ketika pada saat itu semakin bertahan akan semakin sirna menjadi debu dan kian tak kasat mata, ketika pilihan untuk mencanangkan masa depan berganti menjadi melupa bersama-sama atau dilupakan sendirian, manifestasi ketakutan itu telah lama terjadi. sudah begitu jarang terlintas namamu mengusik ketenanganku bahkan telingaku kian lupa akan suaramu sehingga ketika mencoba untuk mengenangmu rasanya seperti menonton film bisu  tapi apakah kita benar-benar lupa? aku menemukan bahwa begitu menarik ketika manusia bisa melawan kodratnya untuk merasakan sesuatu begitu menyakitkan demi menjaga sucinya kesepakatan, batasa...

Surat menuju Kahyangan

Bumi, 10 Februari 2018

Pujaanku,
Bidadari yang sepertinya dari Kutub Selatan
Di Kahyangan

Selamat pagi, siang, dan malam

Bila kau membaca ini, berarti surat ini sudah mencapai Kahyangan. Jauh perjalanan ke sana, kata kurirnya. Aku tidak pakai Pos Indonesia. Mereka bilang alamat ini mengada-ada. Padahal mereka belum bertemu kamu saja. Kalau sudah, baru mereka percaya, kemustahilan memang ada.

Oiya, kalau kamu tanya kurir mana yang mengirim surat ke Kahyangan, aku beri tahu namanya, Doa. Iya, surat ini takkan berbentuk kertas dan kau baca. Surat ini akan langsung membisik di telingamu, lalu membawamu menyelam ke dalam rasa. Canggih memang, teknologi yang bukan terbuat dari kerjaan tangan, melainkan dari iman.

Aku mengirim surat ini karena aku rindu. Habis, kini kau sedingin es batu. Tega sekali, padahal aku tak pernah memaksa kau membalas rasaku. Bagaimana bisa aku selancang itu? Menerima senyummu saja sudah membuatku terkagum dan membatu.

Ya, sudah itu saja. Aku hanya berharap kita kembali saling sapa. Bukan menghindariku saat kita bertatap mata. Ya sudah ya, jangan lupa napas dan bahagia. Karena kalau kau lupa bernapas, kau akan mati, dan bila kau lupa bahagia, itu tidak mungkin. Kau punya aku untuk selalu tertawa.

Pemujamu dari Bumi,


Bukan Dilan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tenang

Sudah Enam Tahun

Perempuan dengan Amarah di Dadanya