Sudah Enam Tahun
dahulu kepalaku begitu resisten atas ide bahwa ada suatu masa kita saling lupa
tak pernah sedikitpun bertegur sapa
atau bersikap seolah cinta yang gegap gempita itu tak pernah ada
bahkan untuk melintas saja ide itu di kepala
rasanya begitu menakutkan
namun hari ini setidaknya menuju enam tahun ketika pada akhirnya kembang api dari cinta itu membakar hasrat kita untuk bersama,
ketika pada saat itu semakin bertahan
akan semakin sirna menjadi debu dan kian tak kasat mata,
ketika pilihan untuk mencanangkan masa depan berganti menjadi melupa bersama-sama atau dilupakan sendirian,
manifestasi ketakutan itu telah lama terjadi.
sudah begitu jarang terlintas namamu mengusik ketenanganku
bahkan telingaku kian lupa akan suaramu
sehingga ketika mencoba untuk mengenangmu rasanya seperti menonton film bisu
tapi apakah kita benar-benar lupa?
aku menemukan bahwa begitu menarik ketika manusia bisa melawan kodratnya untuk merasakan sesuatu
begitu menyakitkan demi menjaga sucinya kesepakatan,
batasan,
atau apapun yang sebetulnya tak seharusnya ditahan atau dibatasi
aku tak habis pikir
ketika kita lahir sebagai individu merdeka
namun memaksa diri sendiri untuk mengeja batas,
mencipta dinding dan portal,
untuk takut atas konsekuensi
dibanding merebut kebebasan dari batas-batas pikiran yang menjelma tirani
kita sepakat untuk tak pernah saling sapa lagi,
menanyakan kabar,
mengungkapkan sayang
bahkan menguburnya,
menyimpannya,
hingga tak tersisa sedikitpun sari-sari
dari hal yang pernah kita percaya cinta itu
sehingga luka yang dicipta itu tak lagi menciptakan kesakitan
melainkan kadang pelajaran ataupun senyuman
enam tahun setelah kita coba nekat berbagi cerita,
kau sudah berkali-kali menemukan cinta lain,
akupun masih mencoba mengusahakan setiap pertemuan dan pencarian.
aku menyadari bahwa akhir kita mungkin tak pernah bisa disandingkan dengan rasa syukur
namun setidaknya, aku belajar banyak tentang keberanian
atas
kita
yang tak pernah keluar
dan melawan ketakutan.
Komentar
Posting Komentar